Asik Versiku, Bukan Berarti Salah Versimu
2025-10-03psychology

Asik Versiku, Bukan Berarti Salah Versimu

Ditulis oleh, Galuh Kurnia ✦

Artikel ini membahas bagaimana pandangan 'asik' sering menjadi standar sosial, dampaknya pada harga diri, serta bagaimana menerima diri sendiri bisa menjadi jalan menuju ketulusan.

#psychology#philosophy#self-growth

Menurutmu, apakah salah ketika seseorang dianggap kurang asik?
Sering kali kesannya seperti kita kurang seru dibandingkan dengan orang lain. Dan, yaaa... rasanya menyakitkan.
Misalnya, ketika kamu tidak pandai bercanda di tongkrongan, lebih memilih diam untuk mendengarkan, atau bahkan merasa nggak nyambung. Perasaan ini adalah hal yang umum dan banyak dialami orang, apalagi dalam konteks sosial yang menuntut kita tampil menarik agar diterima [1].

Apa Sebenarnya Makna "Asik" dan Mengapa Setiap Orang Memahaminya Secara Berbeda?

Bagi sebagian orang, asik identik dengan keramaian dan kelucuan. Namun bagi orang lain, asik berarti tenang, bisa dipercaya, dan nyaman diajak bicara.

Dalam psikologi, kepribadian seseorang sangat memengaruhi bagaimana ia mengekspresikan dirinya.Misalnya, orang ekstrovert cenderung haus energi ketika berada dalam sebuah lingkungan. Sebaliknya, introvert lebih pendiam dan pasif. Namun, ada juga yang disebut ambivert, yaitu berada di antara keduanya, kadang bisa menikmati keramaian, tetapi di sisi lain juga butuh ketenangan untuk dirinya [2].

Kadang kita terlalu berusaha menjadi asik versi orang lain, hingga lupa pentingnya berani menjadi diri sendiri.

Mengapa Kita Sering Merasa Kurang Asik di Tengah Lingkungan Sosial yang Selalu Menuntut Kita Untuk Menarik?

Perasaan ini sering muncul dari dorongan ingin diterima oleh kelompok sosial.
Ketika kita melihat teman yang lebih populer atau lebih ramai temannya, kita cenderung membandingkan diri sendiri. Hal ini bisa memicu sikap yang negatif.

Sering kali kita berpikir, "aku membosankan".
Padahal, itu hanyalah bentuk self-talk negatif yang umum dan berdampak pada harga diri.

Penelitian [3] oleh Radiani, A., & Tondok, M.S. (2025) menunjukkan bahwa dukungan sosial yang kuat dan harga diri yang baik berperan penting dalam membangun optimisme serta rasa percaya diri seseorang dalam berinteraksi sosial.

"Kurang Asik" Benarkah Sebuah Kekurangan, atau Justru Kekuatan Tersembunyi yang Tidak Disadari Banyak Orang?

Lalu, apa yang terjadi kalau sebaliknya?
Perasaan kurang asik justru bisa menjadi jalan pembuka untuk menemukan nilai diri yang sebenarnya. Orang yang kalem dan pendiam sering kali lebih dipercaya karena ketulusan serta kestabilannya. Mereka bisa lebih fokus dan hadir dengan cara yang berbeda, bukan lewat kebisingan, melainkan lewat kehadiran yang nyata.

Secara filosofis, "asik" bukanlah soal membuat orang di sekitar kita merasa senang, melainkan soal hadir dengan ketulusan dan apa adanya.

"Jalan hidup yang damai sering kali bermula dari ketulusan, bukan dari berpura-pura."


Kesimpulan

Tidak salah jika kita merasa kurang asik. Pandangan "asik" itu sendiri adalah cermin subjektif yang berbeda-beda bagi tiap orang. Daripada mengejar asik versi orang lain, fokuslah menjadi diri sendiri.
Jadi, meskipun kamu mungkin bukan orang yang paling heboh di tongkrongan, kamu bisa menjadi yang paling tulus di lingkungan orang-orang terdekat.

Ketulusan itulah yang membuat hubungan sosial bermakna dan bertahan lama.


Referensi

[1] Saputra, R., Ridho, M., Mahaputra, & Wala, G.W. (2024). Pengaruh Sosial Support dan Self-Esteem Terhadap Optimisme Mahasiswa Akhir. Vol. 2, No. 3. greenationpublisher.org/JGSP

[2] Anggraini, S., & Abidin, M. (2024). Sudut Pandang Introvert dan Ekstrovert dalam Berinteraksi Sosial. Vol. 02, No. 02. https://doi.org/10.32487/jshp.v9i1.2156

[3] Radiani, A., & Tondok, M.S. (2025). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Harga Diri pada Penerimaan Diri Anak yang Mengalami Perceraian. Vol. 6, No. 2, 491–495. http://jurnalp3k.com/index.php/J-P3K/index

💬Diskusi & Komentar

Tambah Komentar

Komentar (0)

💭

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama berkomentar pada artikel ini!